@thebiblesay

Rabu, 28 Januari 2015

GEMBALA KREATIF

Read: Kejadian 30:25-43
“Dan kejujuranku akan
terbukti di kemudian hari,
apabila engkau datang
memeriksa upahku. (Kejadian
30:33)”
Bible in a year: Keluaran 32-34
Bekerja 20 tahun bagi Laban, Yakub
memperoleh empat istri dan 12 anak
laki-laki. Ia lalu bersedia bekerja lagi
demi membangun rumah tangganya
(ay. 30b). Kali ini ia boleh
menentukan upah sendiri (ay. 28).
Permintaan Yakub aneh: hanya
"domba hitam" dan "kambing belang-
belang" (ay. 32). Aneh? Ya-karena
jumlahnya sedikit! Umumnya domba
berwarna putih, sedangkan kambing
cokelat atau hitam. Laban langsung
menyanggupinya (ay. 34). Gilakah
Yakub? Atau, ia sedang merancang
pembalasan dendam atas "kasus
Lea" (29:23-25)? Ternyata tidak.
Meskipun Laban telah 10 kali
mencuranginya (31:7, 41), Yakub
sekarang bukanlah penipu,
melainkan pekerja keras yang jujur
dan takut Tuhan (30:33, 31:38-42).
Sebagai gembala kawakan, ia
tampaknya paham sebagian induk
ternaknya punya gen resesif yang,
dalam kondisi tertentu, akan muncul
pada anaknya sehingga
menghasilkan jenis yang berbeda.
Dengan pemahamannya akan
pengaruh penglihatan induk terhadap
kandungannya, ia berusaha
mempercepat munculnya anakan
yang diinginkannya itu melalui
pancingan dahan belang-belang
ketika kambing-domba itu kawin (ay.
37-38). Dan, sesuai dengan janji
dalam mimpinya (31:10-12), ia
berhasil! Upayanya mendapatkan
bibit unggul itu (ay. 41-42) adalah
kreativitasnya sebagai gembala,
bukan kecurangan, karena tak
termasuk dalam perjanjiannya
dengan Laban (ay. 32).
Ya, dalam hal ini, Yakub bukan
penipu. Kerja keras, keahlian,
kejujuran, dan berkat Tuhanlah yang
membuatnya berhasil, bukan
kelicikan dan kelihaiannya dalam
memperdaya Laban!

Pesan : BERKAT TUHAN MEMBANGKITKAN
KREATIVITAS DALAM BEKERJA,
MEMBUKA PELUANG MENUJU
KESUKSESAN.

Minggu, 25 Januari 2015

PENYESALAN TERBESAR

Read: Matius 27:1-10
“Pada waktu Yudas, yang
menyerahkan Dia, melihat
bahwa Yesus telah dijatuhi
hukuman mati, menyesallah
ia. Lalu ia mengembalikan
uang yang tiga puluh perak
itu kepada imam-imam kepala
dan tua-tua. (Matius 27:3)”
Bible in a year: Keluaran 23-25
Di Belgia pernah dilakukan survey
terhadap warga berusia 60 tahun
tentang penyesalan terbesar yang
mereka rasakan. Hasilnya? Ternyata
72% menyesal karena mengabaikan
waktu untuk bekerja dengan baik
pada masa muda; 67% karena
merasa salah memilih pekerjaan;
63% karena tidak mendidik anak
dengan benar; 58% karena kurang
berolahraga dan menjaga kesehatan;
dan 11% karena tidak memiliki
cukup banyak uang.
Ketika kita sadar telah mengambil
langkah yang keliru, kita menyesal.
Ketika kita sadar telah melakukan
hal yang salah, kita menyesal. Ketika
kita harus menerima konsekuensi
atas suatu perbuatan dosa, kita
menyesal. Setiap orang pernah
melakukan hal yang keliru dan
membuatnya menyesal. Tetapi, tidak
semua orang mampu belajar dari
kesalahan dan penyesalannya.
Banyak orang menyesali
perbuatannya, tetapi mereka tidak
segera memperbaiki pola hidupnya
yang salah. Akibatnya, seperti kata
pepatah, penyesalan selalu datang
terlambat.
Yudas juga menyesali kekeliruannya.
Sayang, ia memilih jalan bunuh diri
untuk membayar kesalahannya.
Tidak sedikit orang menunjukkan
penyesalannya dengan cara yang
salah. Sesungguhnya, penyesalan
adalah sebuah kesempatan dan
anugerah Allah! Masing-masing kita
tentu pernah membuat kesalahan dan
hal itu menimbulkan rasa bersalah di
dalam hati. Allah menghargai
penyesalan kita dan Dia sanggup
memakai kesalahan itu untuk
menyatakan rencana-Nya yang besar
dalam hidup kita. Anugerah-Nya
tetap tersedia untuk kita!

Pesan : PENYESALAN ADALAH
KESEMPATAN BAGI ALLAH UNTUK
MENCURAHKAN
ANUGERAH PENGAMPUNAN DAN
MEMULIHKAN HIDUP KITA.

Sabtu, 24 Januari 2015

TRADISI DI MEJA MAKAN

Read: Matius 18:15-20
“Sebab di mana dua atau tiga
orang berkumpul dalam
nama-Ku, di situ Aku ada di
tengah-tengah mereka.
(Matius 18:20 )”
Bible in a year: Keluaran 20-22
Tradisi ini kini semakin jarang
dilakukan: seluruh keluarga
berkumpul di meja makan untuk
makan bersama. Semua anggota
keluarga ditunggu kehadirannya
sebelum acara makan dimulai. Bagi
beberapa orang, tradisi bersama ini
bagaikan oase di tengah padang
gurun perjalanan hidup. Di meja
makan ini mereka bisa
menghilangkan kepenatan setelah
bekerja, menguatkan kembali kondisi
fisik yang melemah, dan bertatap
muka dengan sesama saudara. Meja
makan juga dipandang sebagai
tempat yang ideal untuk
menyelesaikan masalah keluarga
dengan kasih. Dan selama makan,
setiap anggota keluarga
berkesempatan menyampaikan isi
hatinya.
Yesus menegaskan pentingnya
kesatuan dan kesepakatan (ay. 19).
Dia berkata, jika dua orang
bersepakat meminta apa pun juga,
permintaan mereka itu akan
dikabulkan oleh Bapa yang di surga.
Hal ini dapat diterapkan dalam
kehidupan berkeluarga. Saat keluarga
sepakat berkumpul dalam nama
Tuhan, Dia hadir di tengah-tengah
keluarga itu. Jika kehadiran Tuhan
nyata dalam sebuah keluarga,
persoalan yang rumit pun akan
teratasi.
Bagi kita yang pernah
mengalaminya, kenangan makan
bersama itu, indahnya kebersamaan
dan hadirat Tuhan, pasti masih
membekas di hati. Betapa kehadiran
Tuhan dapat dirasakan begitu dekat
dan tangan-Nya terentang
memberkati setiap pribadi yang hadir
saat itu. Di tengah kesibukan hidup,
barangkali kita dapat meluangkan
waktu untuk melakukannya kembali
dan merayakan berkat Allah atas
keluarga kita.

Pesan : TRADISI MAKAN BERSAMA DAPAT
MENJADI OASE KASIH
DALAM PERJALANAN HIDUP
KELUARGA.

Jumat, 23 Januari 2015

DALAM NAMA YESUS

Read: Matius 26:36-46
“Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini
tidak mungkin lalu, kecuali
apabila Aku meminumnya,
jadilah kehendak-Mu! (Matius
26:42)”
Bible in a year: Keluaran 17-19
Tiap kali saya menyimak siaran "Doa
dan Kesembuhan" di radio, ada satu
hal yang selalu menyentak saya,
yaitu ketika si konselor mendoakan
kesembuhan pendengarnya. Ia
mengucapkan "Dalam nama Yesus",
kadang disertai perintah agar si
"pasien" meletakkan tangannya di
tempat yang sakit. Sering kali
penyakit para "pasien" itu tergolong
berat: gangguan jantung atau paru-
paru, bahkan gagal ginjal dan
kanker. Kadang saya berpikir, doa
semacam ini bisa menjadi suatu
pemaksaan kepada Tuhan agar
menyembuhkan si sakit seketika itu
juga. Bagaimana jadinya jika mereka
tidak sembuh juga?
Doa tidak lain adalah sarana
percakapan kita dengan Allah. Dalam
doa, kita sebagai anak berusaha
menyelaraskan kehendak kita dengan
kehendak-Nya sebagai Bapa.
Simaklah pergumulan antara
"kehendak Yesus" dan "kehendak
Bapa-Nya" dalam ayat 39 dan 42?
Sebagai anak, tentu saja kita boleh
minta sesuatu pada-Nya, dan Dia
tentu akan memenuhinya jika hal itu
sesuai kehendak-Nya. Tidaklah
bijaksana jika kita memaksakan
sesuatu yang bukan kehendak-Nya
atau yang belum waktunya Dia
berikan. Bukankah Dia yang paling
tahu yang terbaik bagi kita?
Bukankah Dia pula yang berdaulat
mengabulkan atau menolak
permohonan kita?
Karena itu, kita perlu lebih berhati-
hati menggunakan "Dalam nama
Yesus" dalam doa kita. Janganlah kita
menggunakannya sebagai sarana
untuk "memaksa" Tuhan, seolah-olah
nama-Nya adalah semacam jimat
atau mantra. Sebaliknya, kita
menyatakannya sebagai pengakuan
atas kedaulatan-Nya.

Pesan : DOA SEBENARNYA MERUPAKAN
PENGAKUAN
BAHWA DIA TAHU YANG TERBAIK
BAGI KITA.

Rabu, 21 Januari 2015

IMAN YANG SEDERHANA

Read: Matius 8:5-13
“Tetapi jawab perwira itu
kepada-Nya, "Tuan, aku tidak
layak menerima Tuan di
dalam rumahku, tetapi
katakan saja sepatah kata,
maka hambaku itu akan
sembuh. (Matius 8:8)”
Bible in a year: Keluaran 11-13
Seorang anak kecil tampak
kebingungan mencari bola kecilnya.
Setelah beberapa waktu mondar-
mandir tanpa hasil, ia secara spontan
berdoa, "Tuhan, tolong temukan
bolaku." Bola itu tadi menggelinding
menuruni jalan di depan rumah.
Setiap orang di rumah telah berusaha
ikut mencarinya, tetapi tidak ada
yang menemukannya. Keesokan
harinya, anak itu melompat-lompat
kegirangan sambil bersorak, "Mama,
Yesus telah membawa kembali
bolaku!" Sang ibu menengok dari
jendela dan melihat bola itu
tergeletak di atas rumput. Bagaimana
mungkin bola itu bisa ada di sana?
Tidak ada yang tahu. Tetapi, anak
kecil itu merasa Yesus tidak terlalu
sibuk untuk mendengarkan
permintaannya.
Perwira dalam bacaan hari ini
mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan
Sang Penguasa alam semesta, dan ia
menyadari bahwa dirinya hanyalah
bawahan yang harus taat dan
percaya pada apa yang dikatakan
tuannya. Ketika Yesus mengatakan
bahwa Dia akan datang ke rumahnya
dan menyembuhkan hambanya yang
sakit itu, perwira itu buru-buru
berkata, "Tuan, aku tidak layak
menerima Tuan di dalam rumahku,
katakan saja sepatah kata, maka
hambaku itu akan sembuh" (ay. 8).
Yesus memuji iman perwira ini
sebagai iman yang besar.
Iman yang sederhana, namun sangat
bermakna. Pengakuan tentang
siapakah Yesus Kristus dalam hidup
kita dan kepercayaan kita pada apa
saja yang sanggup dilakukan-Nya,
itulah iman! Iman yang sederhana
ini akan memengaruhi sikap dan
keyakinan kita kepada-Nya bahwa
apa saja yang Dia katakan pasti
terlaksana!

Pesan : IMAN MENGARAHKAN KITA PADA
KEMAHAKUASAAN TUHAN,
BUKAN PADA KETIDAKMAMPUAN
DIRI.

Selasa, 20 Januari 2015

MENYALAHGUNAKAN HIDUP

Read: Matius 25:14-30
“Sedangkan hamba yang tidak
berguna itu, campakkanlah
dia ke dalam kegelapan yang
paling gelap. Di sanalah akan
terdapat ratapan dan kertak
gigi. (Matius 25:30)”
Bible in a year: Keluaran 8-10
Tidak ada seorang pun yang
hidupnya di dunia ini tidak
berdampak. Setiap orang mempunyai
arti hidup dan bisa berguna bagi
sesama, terutama orang-orang di
sekelilingnya. Sayangnya, ada orang
yang menyia-nyiakan hidupnya,
tidak mengupayakan potensi yang
ada dalam dirinya secara maksimal
sehingga hidupnya malah menjadi
beban bagi orang lain.
Tuhan Yesus menceritakan tiga orang
hamba yang menerima talenta
berbeda-beda. Penerima lima talenta
dan dua talenta memanfaatkan
karunia itu sehingga membuahkan
hasil berlipat ganda. Hamba yang
menerima satu talenta berprasangka
buruk terhadap tuannya sehingga ia
tidak mempergunakan talenta itu dan
memendamnya. Ia tidak menghargai
talenta yang dipercayakan tuannya,
tidak melaksanakan tanggung jawab
untuk mengelola talenta. Ia menyia-
nyiakan hidup selama kepergian
tuannya itu.
Perumpamaan ini berkaitan dengan
Kerajaan Allah. Kita tahu, setiap
anak Allah diperlengkapi dengan
karunia yang berbeda-beda. Ada
karunia untuk bernubuat, untuk
melayani, untuk mengajar, untuk
menasihati (lihat Rm 12:6-8), dan
sebagainya. Tujuannya untuk
memasyhurkan Kerajaan Allah di
bumi. Dengan talenta yang ada,
setiap anak Allah dapat menjadi
berkat bagi sesama dan
mendatangkan kemuliaan bagi Allah.
Ya, Allah memberikan karunia itu
bukan untuk kepentingan kita
sendiri, melainkan untuk Kerajaan-
Nya. Jangan menyalahgunakan
hidup, berhikmatlah sebagai anak
Allah yang hidup bukan hanya untuk
diri sendiri, melainkan untuk Tuhan.

Pesan : HIDUP MENJADI SIA-SIA DAN
SALAH GUNA
JIKA HANYA DIMANFAATKAN
UNTUK DIRI SENDIRI.

Senin, 19 Januari 2015

LENYAPNYA ANDALAN KITA

Read: 2 Tawarikh 20:1-30
“Dan Yehuda berkumpul untuk
meminta pertolongan dari
pada TUHAN. Mereka datang
dari semua kota di Yehuda
untuk mencari TUHAN. (2
Tawarikh 20:4)”
Bible in a year: Keluaran 5-7
Tatkala serdadu Arab (Sarasin) telah
mendarat di jazirah Andalusia
(Spanyol), komandannya
memerintahkan agar perahu-perahu
mereka dibakar semua. Apa
alasannya? Agar, seandainya para
prajurit terdesak oleh musuh, mereka
tidak lari kembali ke perahu tersebut
dan melarikan diri. Jadi, para
prajurit itu hanya punya pilihan:
maju terus, entah menang entah
kalah.
Sepasukan laskar besar dari Edom
menyerang kerajaan Yehuda.
Ketakutan melanda seluruh negeri
termasuk Yosafat, raja kerajaan itu.
Yosafat sadar ia tidak memiliki cukup
kekuatan untuk menghalau musuh
yang tiba-tiba menyerang itu. Ia
terjepit dan tidak berdaya. Dalam
suasana sangat mencekam itu,
Yosafat mengambil keputusan yang
tepat: mencari Tuhan! Ia mengajak
seluruh rakyat Yehuda untuk
berpuasa dan berseru meminta
pertolongan Tuhan. Dan Tuhan, yang
mendengar seruan doa itu,
menyampaikan pesan melalui
Yahaziel: "Janganlah kamu takut dan
terkejut karena laskar yang besar ini,
sebab bukan kamu yang akan
berperang melainkan Allah" (ay. 15).
Acap kali Tuhan dengan sengaja
melenyapkan hal-hal yang selama ini
menjadi andalan kita. Tuhan
menghendaki agar kita hanya
berharap dan mengandalkan
pertolongan-Nya. Harta kekayaan,
bakat, talenta, kecakapan,
kepandaian, dan relasi yang kita
anggap kuat, bisa jadi tempat kita
bergantung seperti ‘perahu Sarasin'
itu. Sekali waktu, Tuhan mungkin
akan membakar habis semua
andalan kita itu dengan maksud agar
kita hanya bergantung sepenuhnya
kepada pertolongan-Nya.

Pesan : HIDUP BERGANTUNG KEPADA
TUHAN BERARTI HIDUP
BERDASARKAN IMAN, BUKAN
BERGANTUNG PADA YANG LAIN.

Sabtu, 17 Januari 2015

DILAYAKKAN

Read: Roma 3:21-31
“Karena semua orang telah
berbuat dosa dan kehilangan
kemuliaan Allah, dan oleh
anugerah-Nya telah
dibenarkan dengan cuma-
cuma melalui penebusan
dalam Kristus Yesus. (Roma
3:23-24)”
Bible in a year: Kejadian 49-50
Agar dapat ditahbiskan menjadi
pendeta di gereja kami, para sarjana
teologi harus melalui serangkaian
proses seleksi selama beberapa tahun.
Setelah itu, seluruh calon
dikumpulkan, dan ketua panitia
menyampaikan keputusan mereka.
"Setelah melakukan proses seleksi
yang ketat, kami menyimpulkan,
tidak ada satu orang calon pun yang
layak melayani Tuhan dan
ditahbiskan menjadi pendeta!"
katanya. Perubahan mimik di wajah
para calon pendeta terlihat jelas.
Lalu ketua panitia melanjutkan, "Kita
semua memang tidak layak melayani
Tuhan. Tetapi, syukurlah, Tuhan
Yesus melayakkan kita karena Dia
sudah mengampuni dan
menyelamatkan kita!"
Semua manusia telah berdosa--sebuah
kebenaran yang tak dapat disangkal.
Namun, ketika manusia
membandingkan dirinya dengan
pendosa lain, sering kali mereka
merasa lebih suci dan lebih layak di
hadapan Tuhan. Padahal, jika
dibandingkan dengan kekudusan
Tuhan, kesalehan kita tak lebih dari
kain kotor belaka (bd. Yes 64:6).
Dosa tidak melulu soal seberapa
banyak pelanggaran yang kita
lakukan. Dosa bukan hanya berupa
tindakan; dosa adalah tabiat kita.
Kita dilahirkan dalam dosa, dan kita
bertumbuh dengan kecenderungan
berdosa. Tetapi dalam anugerah-Nya,
Allah bertindak untuk mengatasi
dosa. Kristus yang tanpa dosa dibuat-
Nya menanggung seluruh dosa kita
agar kebenaran-Nya dapat
dikenakan kepada kita. Dengan
menyambut anugerah-Nya, kita
dibaharui: menjadi manusia baru
dengan status baru, yaitu anak Allah.
Kita pun dilayakkan untuk melayani
Dia.

Pesan : KELAYAKAN KITA TIDAK
BERSUMBER DARI DIRI SENDIRI,
MELAINKAN DARI KEBENARAN
KRISTUS YANG DIPAKAIKAN
KEPADA KITA.

Jumat, 16 Januari 2015

TERGODA DOSA

Read: Kejadian 4:1-16
“Apakah mukamu tidak akan
berseri, jika engkau berbuat
baik? Tetapi jika engkau
tidak berbuat baik, dosa
sudah mengintip di depan
pintu; ia sangat menggoda
engkau, tetapi engkau harus
berkuasa atasnya. (Kejadian
4:7)”
Bible in a year: Kejadian 46-48
Setiap orang tentu pernah mengalami
pencobaan atau godaan untuk
berbuat dosa. Pencobaan itu berasal
dari luar, dari segala sesuatu yang
dijumpai, menggoda hati dengan
memancing hawa nafsu. Akibatnya
dapat terpancar luapan emosi, seperti
cemburu, iri, tersinggung, dan
amarah. Dalam keadaan seperti itu,
suasana hati tidak lagi nyaman dan
pikiran pun kerap menjadi gelap.
Kain merasakan iri hati terhadap
Habel, adiknya. Tuhan
mengindahkan kurban persembahan
Habel, namun mengabaikan
persembahannya. Alkitab tidak
menjelaskan alasan Tuhan. Kain
tampaknya tidak dapat menerima
keputusan Tuhan itu; bisa jadi ia
merasa kehilangan harga diri sebagai
kakak. Si jahat memanfaatkan
kesempatan atas sikapnya itu.
Kegalauan hati Kain terpancar dari
wajahnya yang muram. Ia tergoda
dan terpancing emosinya sehingga
tega membunuh Habel. Ia tidak lagi
berpikir secara jernih karena dosa
sudah menutupi pintu hatinya
sehingga ia tidak mampu
mengendalikan diri. Kain
melampiaskan amarahnya pada
Habel yang sesungguhnya tidak
bersalah. Rasa iri membangkitkan
amarahnya dan kemudian
mendorongnya melakukan tindakan
keji.
Tidak semestinya Kain jatuh ke
dalam dosa jika saja ia mau belajar
memahami apa yang menyenangkan
hati Allah. Tetapi dia tidak
melakukan introspeksi, malah
mencari kambing hitam. Sering kali
kita juga terjebak emosi seperti Kain,
ketenangan hati kita terusik dan
menjadi galau, sehingga kita tergoda
oleh dosa. Waspadalah!

Pesan : SUASANA HATI YANG GALAU
MEMBUTAKAN PIKIRAN.
KETENANGAN HATI ADALAH
KUNCI PENGUASAAN DIRI.

Kamis, 15 Januari 2015

MIMPI BESAR

Read: Kisah Para Rasul 28:11-31
“Dengan terus terang dan
tanpa rintangan apa-apa ia
memberitakan Kerajaan Allah
dan mengajar tentang Tuhan
Yesus Kristus. (Kisah Para
Rasul 28:31)”
Bible in a year: Kejadian 43-45
Tererai Trent lahir di Zimbabwe,
dalam keluarga dan lingkungan
miskin, yang hanya menyekolahkan
anak laki-laki. Anak perempuan tak
boleh belajar-mereka hanya diminta
siap menikah. Namun, Tererai
bermimpi menjadi perempuan
terpelajar dan mengangkat
kehidupan perempuan lain. Ia
tuliskan mimpi itu di kertas, ia
masukkan ke dalam kaleng, ia kubur
di bawah batu. Suatu hari, seorang
perempuan Amerika datang dan
menantangnya untuk mengungkap
mimpinya. Dengan berani Tererai
berkata ia ingin ke Amerika untuk
belajar dan, secara ajaib, Tuhan
membuka jalan. Tererai diajak ke
Amerika, belajar di sana dengan
semangat luar biasa, hingga meraih
gelar doktor. Mimpinya terkabul!
Kini ia terus berjuang bagi
peningkatan hidup para perempuan,
khususnya di Zimbabwe.
Paulus juga pernah bermimpi
memberitakan Injil sampai ke kota
Roma. Sudah lama ia merindukan hal
ini, tetapi belum mendapat
kesempatan. Uniknya, saat ia
ditangkap karena pemberitaan Injil
dan harus menghadapi pengadilan
bertingkat, kesempatan itu justru
terbuka. Setelah Raja Agripa dan
Festus tak mendapati kesalahannya,
mereka mengirim Paulus kepada
Kaisar di Roma. Meski dibawa
sebagai tahanan, dan harus melalui
perjalanan berat, akhirnya Paulus
sampai ke Roma!
Orang yang memiliki mimpi, atau
lebih tepatnya visi, memiliki tujuan
yang jelas. Mereka pun berfokus
melakukan apa saja yang perlu
dilakukan, dan bersemangat
mengejarnya. Nah, bersama Tuhan
yang besar, kita pun dapat
mewujudkan mimpi yang
memuliakan nama-Nya!

Pesan : TUHAN MENGIZINKAN KITA
BERMIMPI AGAR KITA MEMILIKI
TUJUAN.
BILA TUHAN MEMBERKATI MIMPI,
PASTI TERCAPAI SEGALA
KERINDUAN.

Rabu, 14 Januari 2015

JANGAN BERPALING DARI-NYA!

Read: Mazmur 103:1-14
“Pujilah Tuhan, hai jiwaku,
dan janganlah lupakan segala
kebaikan-Nya! (Mazmur
103:2)”
Bible in a year: Kejadian 40-42
Seorang sopir taksi sempat bersungut-
sungut ketika mendapati penumpang
hanya menggunakan jasa taksi jarak
dekat, ke sebuah hotel. Namun, di
hotel tersebut, ia mengangkut
penumpang yang menyewa taksi
dengan jarak yang cukup jauh.
Artinya, ia mendapat rezeki besar.
Hilanglah sungut-sungutnya.
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan.
Tuhan mengasihi mereka. Lihatlah
bagaimana Tuhan menunjukkan
kuasa dan kedahsyatannya saat di
Mesir, sebelum mereka keluar dari
sana. Namun, baru saja keluar dari
Mesir, mereka segera bersungut-
sungut (lihat Kel 15:24, 16:2, 17:2,
32:1, Bil 12:1-2, 14:1-2, 16:1-2, dan
20:2-5). Akar dari semua ini adalah
mereka tidak puas kepada Tuhan saat
perhatian mereka beralih pada dunia
ini. Begitu mereka terantuk pada
berbagai kesulitan, mulailah mereka
marah pada-Nya. Dalam kondisi
demikian, kita perlu membangun
kesadaran demikian: "Pujilah Tuhan,
hai jiwaku, dan janganlah lupakan
segala kebaikan-Nya!" (Mzm 103:2).
Dia yang menebus kita dari lubang
kubur (ay. 4), memuaskan hasrat kita
dengan kebaikan (ay. 5), tidak
melampiaskan penghukuman
setimpal dengan dosa kita (ay. 10),
dan seterusnya. Kasih sayang-Nya
melampaui kasih sayang seorang
bapak kepada anak-anaknya.
Ya, tepat sekali! "Jangan lupakan
segala kebaikan-Nya!" Nikmatilah
berkat-Nya setiap hari. Dengan
mengingat kebaikannya, dengan
mengingat siapa diri kita di hadapan-
Nya, kita tidak akan kecewa dan
bersungut-sungut kala mengalami
masa sulit.

Pesan : DALAM KEBERHASILAN DAN
KEGAGALAN,
JANGAN PERNAH BERPALING
DARI-NYA, SEBAB IA TETAP SETIA.

Selasa, 13 Januari 2015

POTENSI KECIL

Read: Yohanes 6:1-15
“Di sini ada seorang anak
yang mempunyai lima roti
jelai dan dua ikan; tetapi apa
artinya itu untuk orang
sebanyak ini? (Yohanes 6:9)”
Bible in a year: Kejadian 37-39
Dalam kisah Yesus memberi makan
lima ribu orang, kita mendapatkan
pelajaran yang penting. Ternyata,
potensi sekecil apa pun dapat
bermanfaat apabila dipersembahkan
untuk pekerjaan Tuhan.
Ada dua orang murid yang disebut
namanya dalam kisah ini, yakni
Filipus dan Andreas. Ketika Tuhan
Yesus bertanya, "Di manakah kita
akan membeli roti, supaya mereka
dapat makan?", Filipus menjawab,
"Roti seharga dua ratus dinar tidak
akan cukup untuk mereka ini,
sekalipun masing-masing mendapat
sepotong kecil saja." Jawaban Filipus
ini mencerminkan sikapnya yang
membatasi diri dengan potensi yang
ada ketika menghadapi masalah.
Sedangkan Andreas, sebagaimana ia
pernah membawa Simon,
saudaranya, kepada Yesus, kali ini ia
membawa seorang anak yang
memiliki lima roti jelai dan dua ikan
kepada Yesus. Sekali lagi Andreas
berfungsi sebagai pengantara.
Bukankah ini langkah yang tepat?
Namun, sebagaimana Filipus,
Andreas juga mengecilkan arti
potensi yang ada, "Tetapi apa artinya
itu untuk orang sebanyak ini?"
Walaupun demikian kita mengetahui
akhir kisah ini, yakni bahwa
pemberian anak tersebut, di tangan
Yesus, menjadi berkat bagi lima ribu
orang. Bahkan tersisa dua belas
bakul. Potensi sekecil apa pun, di
tangan Yesus dapat menjadi berdaya
guna besar untuk pekerjaan Tuhan
bagi kesejahteraan sesama.
Jadi, jangan sekali-kali kita
meremehkan potensi seperti itu.
Letakkan di tangan Tuhan. Dia tidak
terbatasi oleh jumlah, dan Dia rindu
memberkati umat-Nya. Selanjutnya,
biarlah mukjizat-Nya terjadi.

Pesan : DALAM TANGAN TUHAN, HAL
YANG KECIL ITU BISA JADI BESAR,
SEBALIKNYA, TANPA TUHAN, HAL
YANG BESAR PUN BISA JADI
KECIL.

Senin, 12 Januari 2015

KETIDAKPASTIA N

Read: Amsal 3:1-6
“Percayalah kepada TUHAN
dengan segenap hatimu, dan
janganlah bersandar kepada
pengertianmu sendiri. (Amsal
3:5)”
Bible in a year: Kejadian 34-36
Dalam wawancara dengan psikolog
yang mendampingi para keluarga
korban kasus hilangnya pesawat
Malaysian Airlines MH370 pada
Maret 2014, disebutkan bahwa beban
utama keluarga adalah
ketidakpastian. Manusia tidak tahu
bagaimana harus bersikap dalam
ketidakpastian. Kebingungan akibat
ketidakpastian membuat emosi
sebagian orang menjadi tidak stabil.
Satu hari ia berpengharapan besar;
esoknya ia bisa frustrasi dan depresi.
Itulah yang mereka alami.
Sebagai makhluk yang terbatas,
ketidakpastian adalah suatu
keniscayaan hidup. Tentu kadarnya
berbeda-beda bagi tiap orang,
tergantung pada situasi yang sedang
dihadapi. Cara-cara orang
menyikapinya juga berlainan. Ada
yang memilih untuk
mengabaikannya, ada yang mencari
jaminan semu melalui uang atau
kekuasaan, dan ada yang menyerah
pada nasib.
Bagi orang percaya, Alkitab
mengajarkan untuk memercayakan
hidup kita kepada Tuhan. Sebab Dia
bukan hanya Tuhan yang mahakuasa
dan mahatahu, tapi juga mahabaik
dan mengasihi kita. Karena itu, kita
bisa beriman penuh kepada-Nya
tentang hidup dan masa depan kita.
Iman yang demikian memampukan
kita menjalani hidup yang berbuah.
Hidup kita tidak dikekang
kekhawatiran akan masa depan.
Hidup kita juga tidak lagi dipenuhi
dengan kebutuhan mengurusi diri
sendiri dan mencari jaminan semu
akan masa depan kita. Sebaliknya,
kita bisa mengisi hidup ini untuk
menjadi berkat bagi orang lain dan
membawa mereka menemukan
Tuhan yang memegang hidup kita.

Pesan : BANYAK HAL TAK KUPAHAMI
DALAM MASA MENJELANG, TAPI
T'RANG BAGIKU INI:
TANGAN TUHAN YANG PEGANG.

Minggu, 11 Januari 2015

MAKAN UNTUK HIDUP

Read: Kejadian 3:1-7, Matius 4:1-4
“Ada tertulis: Manusia hidup
bukan dari roti saja, tetapi
dari setiap firman yang
keluar dari mulut Allah.
(Matius 4:4)”
Bible in a year: Kejadian 31-33
Berapa banyak dari kita yang suka
pilih-pilih makanan? Bukan sekadar
memilih kandungan gizinya,
melainkan memilih berdasarkan
nilai gengsinya. Makan di tempat
yang mewah, berkelas, bahkan
meluangkan waktu dan anggaran
khusus demi mencoba menu tertentu.
Ada pula yang merasa puas jika telah
membagikan foto menu rumah
makan ternama di media sosial. Ada
orang yang menghabiskan banyak
waktu untuk urusan makan, seakan
makanan adalah hal terpenting untuk
dikejar dalam hidup ini. Padahal
makanan bersifat sementara.
Adam-Hawa dan Yesus mengalami
pergumulan serupa. Mereka dicobai
Iblis dengan iming-iming makanan.
Tetapi, pilihan mereka berbeda.
Adam dan Hawa memilih memenuhi
hasrat jasmani dengan memakan
buah yang dilarang Allah. Adapun
Yesus memilih taat kepada Bapa dan
melawan bujukan Iblis. Jika
diperhatikan, sebenarnya Yesus
sangat membutuhkan roti, sedangkan
Adam dan Hawa masih dapat
memakan buah yang lain. Yesus tidak
melakukannya karena Dia tak mau
tunduk kepada Iblis. Dia tetap fokus
pada kekekalan meski secara jasmani
Dia perlu makan.
Dari kisah Adam dan Yesus, ada dua
prinsip hidup yang dapat kita pilih.
Pertama, prinsip "hidup untuk
makan". Orang tipe ini akan
memanfaatkan hidupnya untuk
mencari kepuasan dengan
"makanan" (hal-hal fana).
Kesuksesan duniawi menjadi fokus
hidup mereka. Sedangkan prinsip
kedua adalah "makan untuk hidup".
Orang tipe ini berfokus kepada
Tuhan dan menggunakan "makanan"
sebagai sarana bersahabat dengan
Tuhan, Sang Hidup. Mana yang
menjadi prinsip hidup Anda?

Pesan : HIDUP UNTUK MAKAN MEMBUAT
KITA KEHILANGAN "HIDUP".
TETAPI, MAKAN UNTUK HIDUP
MEMBUAT KITA BEROLEH
"HIDUP".

Sabtu, 10 Januari 2015

BERDOA? SAYA BISA!

Kejadian 28-30
Tim visitasi mengunjungi seorang
nenek, anggota jemaat, yang sakit. Ia
tinggal sendirian, anak-anaknya
merantau ke kota-kota lain. Soal
makan sehari-hari, salah seorang
anaknya melanggankan catering
service. Saat mengunjungi si nenek,
salah seorang ibu anggota tim
melihat ada tumpukan piring dan
baju kotor di rumahnya. Selesai
berbincang akrab, dan saat hendak
pulang, salah satu anggota tim itu
bertanya kepadanya, "Oma, ada
yang perlu kami doakan?" Setelah
berpikir sejenak, ia menjawab, "Nak,
kalau berdoa saya bisa, tapi jika
kalian rela, tolong cucikan piring-
gelas dan baju-baju kotor itu."
Sering kali kita ini "omdo" atau
omong doang. Kasih kita berhenti
hanya sebatas kata-kata. Jangankan
tuntutan seberat "menyerahkan
nyawa kita untuk saudara-saudara
kita" seperti Kristus (ay. 16),
menolong orang lain saja kita jarang
sekali melakukannya. Alasan yang
kita berikan cukup masuk akal:
"Memenuhi kebutuhan dan
kepentingan diri sendiri saja masih
susah, masakan mau membantu
orang lain. Nantilah, kalau saya
sudah mampu, saya akan menolong
orang lain." Namun, ungkapan
"kalau saya mampu" menyiratkan
keengganan, karena kita tidak tahu
kapan kita merasa sudah mampu!
Hal pertama yang kita butuhkan
untuk menolong sesama adalah
kemauan, diiringi dengan memohon
pertolongan Tuhan agar Dia
memampukan. Sehingga, di dalam
Tuhan, kita memenuhi perintah
Yohanes, "... marilah kita mengasihi
bukan dengan perkataan atau
dengan lidah, tetapi dengan
perbuatan dan dalam kebenaran."

Pesan : PERKATAAN TAK AKAN MENJADI
TINDAKAN
JIKA TAK DISERTAI KEMAUAN
MEWUJUDKANNYA.