1 Korintus 13:6 “Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan,
tetapi karena kebenaran”
Bagaimana
cara anda menunjukkan kasih kepada orang lain? Mungkin anda akan mengatakan
dengan berbuat baik, ramah, sabar, menolong, atau menyenangkan hati orang lain.
Tidak ada yang salah dengan jawaban tersebut. Bagaimana kalau menunjukkan kasih
dengan teguran? Apakah itu masih bisa disebut tindakan kasih? Ada sebuah cerita
pendek. Ada seorang wanita bernama Meli sedang berbelanja di supermarket, Meli
hampir dirugikan karena kasir dengan sengaja tidak memberi struk belanjaannya. Meski
beberapa pembeli lain sedang mengantre di belakangnya, Meli memberanikan diri
untuk kembali meminta struk dan mengeceknya. Ternyata dia mendapatkan diskon
yang jumlahnya cukup besar seperti tertera di struk. Akhirnya Meli menegur
kasir tersebut dan menerima haknya.
Sederhana
bukan? Namun, bagaimana jika puluhan atau ratusan pelanggan lain, dengan alasan
“maklum” sehinggga tidak mau “merepotkan” kasir meminta hak mereka? Ada dua
kemungkinan, pertama kita bakal merasa sudah mengasihi karena mengerti kesibukan
kasir (kalau mau jujur sebenarnya kita yang gak mau repot). Kedua, kasir akan
tenggelam dalam dosanya karena semua bertoleransi padanya. Kita tidak repot,
kasir juga senang. Bukankah itu gambaran yang sering terjadi dalam hidup kita?
Mengasihi
tidak selalu identic dengan menyenangkan hati orang lain. Paulus menulis “Kasih
tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran”. Menyatakan kesalahan
memang sulit apalagi pada orang terdekat. Alasannya kita tidak mau merusak
hubungan. Dengan dalih menjaga hubungan, kita memilih untuk “main aman” tapi
sebenarnya itu mencelakakan orang tersebut. Ingatlah bahwa berani menegur untuk
sebuah kebenaran dan kebaika adalah tanda kita mengasihi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar